Sabtu, 13 November 2010

CERPEN : senyum pelangi hitam

Ini adalah sebuah kisah yang mengambarkan kehidupan kita sebagi manusia. Kehidupan yang penuh dengan perbedaan, dan ketika semua perbedaan itu diangkat menjadi sebuah permasalahan, maka yang terjadi adalah penderitaan dan kesedihan bagi semua orang.
Dengan kisah nyata ini aku hanya ingin supaya kita bisa melihat dan merasakan apa yang terjadi dan yang harus terjadi semestinya. Atas itu semua aku ingin supaya setiap orang menanamkan satu pohon kasih dalam hati kita masing-masing. biar setiap saat ada pohon kasih yang meneduhkan hati kita saat suasana terlalu panas atau menghangatkan kita saat salju turun.
Aku adalah, dia yang menceritakan kisah ini padaku melalui surat yang di titipkanya pada penjaga panti asuhan, sehari setelah dia pergi sekitar 4 tahun yang lalu, sedikit mengenai sekarang,,,dia menghilang pada akhir tahun 2006 dan sampai sekarang belum di temukan, Dia seorang lelaki berumur 14 tahun, dia tidak pernah mengenal dunia sekolah, tapi dia punya pendidikan, setidaknya pendidikan moral, dia pendiam dan bicara seadanya saja. Dia punya satu saudara perempuan yang masih berumur 6 tahun dan saudara laki-lakinya berumur 10 tahun,,,
Begini:
“dulu keluargaku cukup bahagia, walau hidup serba kekurangan, karena kami memang tidak punya ladang maklumlah orang pendatang di kampung. Ayah dan ibuku sering mendapat tawaran untuk mengerjakan ladang orang lain dengan upah yang cukup baik. Ayahku sempat menyuruh aku untuk sekolah, tapi rasanya sudah terlambat. aku sudah betah dengan hidupku dan aku bisa membantu ayah dan ibu untuk memasak makan siang mereka di ladang ketika mereka bekerja.
 Masalah yang paling berat muncul ketika ibuku mengandung NIa dan Ain, ibu yang sudah hamil tua harus tetap bekerja, dan mungkin itulah sebabnya kenapa ibu tidak kuat ketika persalinan sudah tiba. Proses melahirkan itu sangat menyakitkan, berkali-kali aku mendengar teriakan ibuku, berkali-kali aku mendengar sorakan tuk memberi semangat dari ibu-ibu di kampungku. Waktu itu aku menangis, aku tidak bisa membayangkan kalau peristiwa itu juga dulu dialami ibuku ketika mau melahirkan aku.
 Tepat pada pukul 3 pagi, aku mendengar suara tangisan bayi, rasanya aku mau meloncat kegirangan. Tapi yang aku dengar bukanlah suara tangisan bayi saja, tapi teriakan dan tangisan ayahku dan ibu-ibu di sana, kenyataan harus aku terima saat itu, ternyata ibu menyudahi ceritanya, dan dia membawa NIa dan meningalkan Ain buat kami. Ibu melahirkan bayi kembar tapi hanya menitipkan satu untuk kami. Kepergian ibuku membuat semuanya berubah, mulai dari perlakuan ayah yang jadi stress sampai masalah ekonomi keluarga kami yang makin hancur.
Di situlah awalnya aku berubah menjadi seorang ibu, seorang ibu untuk bayi imut kecil yang sangat aku sanyangi,,Ain, dan buat adik tercinta yang saat itu baru masuk sekolah dasar Hardi. Umurku masih sekitar 10 tahun waktu itu. tapi aku sudah tahu betul bagaimana merawat seorang bayi yang baru di lahirkan, menganti celananya di malam hari, memasak nasi dan memberinya air taji, bagaimana aku mengakal-akali adik kecilku supaya pergi ke sekolah, sampai meminta-minta bubuk kaldu mie supaya ia mau makan.
Bukan cuma di situ, aku harus selalu siap dengan perlakuan ayahku yang semakin hari semakin kasar, Masa kecil yang memang sangat memaksa buat aku saat itu. Tidak hanya sampai di situ, sebuah kejadian yang memalukan dan tidak bisa di terima oleh otakku ternyata harus terjadi. ayahku kembali berulah, saat mabuk dia ketahuan warga mau melakukan perbuatan najis, pemerkosaan. Waktu itu belum terlalu malam, katika ayahku di seret kerumah dengan darah segar yang mengalir. Mereka bisa saja membunuh ayahku, tapi mereka tidak melakukanya. Ayahku di bawa ke kantor polisi dan di penjara dengan hukuman 15 tahun penjara.
Permasalahan yang ayah lakukan tidak hanya mengotori dia,tapi juga aku, Ain, dan Hardi. Sempat beberapa masyarakat mau mengusir kami dari kampung, apalagi keluarga korban mereka bahkan melempari aku dengan ludah. Untunglah masih ada sebagian masyarakat yang mau menerima kami dan berbelas kasihan pada kami waktu itu. apa yang aku lakukan hanyalah memeluk ke dua jiwaku, memeluk Hardi yang ketakutan dan memeluk Ain yang begitu tenang dalam pangkuanku. Aku sempat melihat beberapa sahabat bermainku yang seumuran dengan aku menangis ketika memperbincangkan aku. Mereka adalah anak yang baik, mereka sering sekali datang dan membantu aku mengurus kedua adikku di rumah.
Ada satu yang selalu mengiris hatiku, Jihan gadis muda yang hampir di perkosa ayahku senantiasa tersenyum padaku. Dia bahkan mau menghapus air mataku saat aku sedang sedih dan mau berteriak di perapian rumah kami. Jihan sering sekali minta maaf untuk kesalahan yang tidak pernah di lakukanya. Terakhir kali aku melihat jihan Adolph ketika ayah dan ibunya menyeret dia dari rumah, karena ketahuan menolong aku. Besoknya dia di pindahkan sekolah ke kota. Hardi terpaksa berhenti sekolah di tahun pertamanya. Hari-hariku begitu saja berlalu. Merawat Ain dan Hardi, memberi mereka makan, mengemis pada tetangga, dan memohon kerjaan pada pak Suharto yang membuka pertokoan kecil disana. Banyak orang yang bersimpati sama kami walau masih ada juga yang mengharamkan kami.
Tapi nyatanya aku bisa hidup walau kadang-kadang aku hanya makan sisa nasi ke dua saudaraku yang lengket di piring-piring aluminium yang hampir retak itu. Memang benar, ketika aku berdoa maka semuanya akan jadi ringan, dulu aku suka berdoa, ketika dirumah sangat sepi, dan ketika anjing kampung mengaung di dekat rumah kami, ketika Ain terbangun dan menangis dan ketika Hardi terlihat damai dalam mimpinya. Sambil mengelus keniang Ain di situlah aku berdoa, dan yang aku minta,,hanyalah kekuatan supaya aku bisa bertahan sampai adik-adiku bisa hidup seperti aku. Dan itupun terjawab, walau yang aku cicipi hanyalah asam dan garam tapi aku bisa membesarkan ain sampai sekarang.
Perjalanan dan cerita kenapa aku bisa sampai di kota ini adalah sebuah kesalah pahaman. Itu terjadi setahun yang lalu ketika aku berumur 13 tahun, Ain 5 tahun dan Hardi sudah 9 tahun.Waktu itu aku sudah mulai mendapat tawaran-tawaran bekerja di ladang orang, sama seperti yang ayah dan ibuku dulu lakukan. Tapi itu tidak berlangsung lama. Ceritanya begini, waktu itu sekitar jam 6 sore, aku sedang dalam perjalanan pulang dari ladang, seperti kebiasaan orang kampung,,,pada umumnya mereka lebih senang mandi di sungai dari pada di kamar mandi.
Waktu itu aku mau melewati sungai kecil yang di atasnya di jadikan sebagai tempat mandi untuk perempuan, ketika aku mau melewati sungai itu. aku mendengar teriakan ibu-ibu dari atas, mereka berteriak,,,”ular,,,ular,,,,,” tanpa pikir panjang aku berlari ke sana dan masuk ke sungai untuk menolong dia dan membunuh ularnya,,,melihat aku ibu-ibu yang sedang mandi itu kembali berteriak dan berlari dengan hanya mengunakan handuk ke arah kampung. Ternyata ibu itu adalah ibunya Jihan, aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi waktu itu, sebenarnya aku pengen lari tapi aku memikirkan kedua adikku yang masih kecil di rumah. Jadi aku memutuskan untuk pulang.
 Apa yang mereka lakukan kepada ayahku mereka lakukan kepadaku, mereka menginjak-injak kepalaku di depan Ain yang berteriak-teriak sambil memeluk aku. Waktu itu yang aku takutkan bukanlah rasa sakit oleh benturan di kepalaku, tapi yang aku takutkan adalah polisi, aku takut jika aku di penjara. Jadi ketika aku mendengar mereka menyebut polisi, aku langsung bangun dan bersujut di kaki mereka, waktu itu Hardi yang tak tahu apa-apa bahkan ikut melakukanya, mereka tetap saja bersi keras mau memangil polisi, tapi ketika tiba-tiba AIN yang sangat polos itu ikut bersujut di kaki orang-orang kampung, tiba-tiba beberapa diantara mereka menangis dan memeluk Ain, tapi sebagian besar tetap saja mengutuk kami. Akhirnya mereka tidak menjebloskan aku ke penjara, tapi mereka menyuruh kami meningalkan kampung dengan baik-baik.
Besoknya sekitar jam 6 pagi, saat kampung masih sangat sepi, aku dan kedua adikku yang masing-masing memegang sebelah tanganku berjalan meningalkan kampung, aku tidak bisa membawa barang-barang kami, hanya sedikit baju dan juga tempat air untuk adikku, aku mengendong barang-barang itu. sesekali aku melihat Ain kebingungan, dia bertanya dan bertanya sambil melihat kea rah rumah yang mau kami tinggal. Aku bahkan tidak bisa menjawab satupun pertanyaan itu. satu km perjalanan aku bisa melihat kuburan ibuku,,,di pinggir jalan, aku mengajak AIN dan Hardi kesana sebentar. Ain tidak tahu siapa yang di kubur di sana, yang dia tahu aku sering datang ke sini dengan mereka, membersihkan dan menahan air mataku di dekat nisanya. Dan itulah yang terjadi pagi itu. aku dan kedua addikku hanya terdiam berdiri di depan gundukan itu.
 Sekitar 5 km perjalanan, saat Ain minta makan, kami beristirah sebentar, dan tiba-tiba dari arah kampung terdengar suara orang yang memangil-mangil namaku…aku tersenyum ketika melihat yang datang Adolph Sopian dan husen beserta Aldi.
 “kamu mau pergi tanpa pamit” kata sopian ketika mereka sudah di depan kami. Aku hanya diam dan sesekali memandang muka mereka.
 “kami percaya padamu,,,kami mengenal kamu,,maaf kami tidak bisa membantumu,” tanba sopian. Sementara itu husen dan aldi membuka bungkusan nasi yang mereka bawa, dan memberikanya pada Ain dan Hardi. Husen dan Aldi memang sangat sayang pada mereka, dua remaja itu bahkan bergantian memeluk Ain sambil menangis.
“ini untukmu…makanlah, maaf kami tidak bisa lama-lama” katanya sambil meletakkan sebungkus nasi dan 3 lembar uang dua puluh ribuan,“ini uang dari mana, sudahlah kawan, uang ini tidak usah” tanyaku penasaran“oh..kau mau menolak, udalah Sin, ini akan kamu butuhkan, mengenai dari mana itu, itu urusan kami, yang penting sekarang kalian punya bekal, oke,,,maafkan kami sob kami tak bisa buat banyak untukmu,,,” kata sopian sambil memeluk aku dan selanjutnya ke dua adikku.
“Sin,,,jagain Ain untukku ya, jangan lupa kirim surat,,~hardi ntar kalo kamu da jadi preman kek cita-citamu jangan lupa aku yah,,gurumu bang Aldi” kata aldi sambil berkali-kali memeluknya,,, Setelah itu mereka pergi dan kami kembali berjalan, syukurlah dengan bantuan sahabat-sahabatku kami bisa sampai di kota ini, walau kami Cuma bisa tinggal di kolam jembatan, yang penting disini aku lebih mudah cari makan dari hasil ngamen, walau terkadang aku harus menyuruh Hardi untuk mengemis..tapi yang penting kami bisa hidup.
  Yang paling berat sekarang adalah besok, rasanya aku tidak kuat jika harus berpisah dengan Ain dan Hardi, tapi itu harus terjadi, mereka memang lebih baik hidup di panti asuhan, selain supaya bisa sekolah mereka juga tidak harus mengemis dan tinggal di kolom jembatan, aku yakin setelah mereka besar nanti aku akan melihat mereka kembali, walau mungkin mereka tidak akan mengenalku lagi, oh,,,,maaf sob jadi kebanyakan curhat….eh terimakasih buat info panti asuhanya yah,,,dan buat semua bantuan yang sob berikan selama ini,, aku sudah memutuskan untuk ikut Teguh ke Batam,,,sesekali kalau sempat tolong jengguk Ain dan Hardi..bilang padanya aku ada di hatinya kalau mereka bertanya aku dimana” Maaf baru bisa ceritain apa yang sob Tanya-tanya selama ini.
Dari sobatmu Dasin

 Dari kisah inilah aku mulai belajar akan arti pahitnya hidup, bawah hidup tidaklah seperti ukiran kita, yang bisa di warnai dengan warna apa saja, tapi kertas hidup itulah yang memilih warnanya sendiri, tugas kita hanyalah bertahan dan melalui setiap goresan-goresan itu. dan hidupun akan mengenal kita,siapa yang sangup dan siapa yang tidak. setidaknya dasin di berikan kebahagian, kebahagian yang tersimpan dalam senyum kedua adiknya.
Dan buat Jihan, sopian, aldi dan husen, walaupun aku tidak mengenal kalian tapi aku yakin dalam hatimu tersimpan mutiara yang utuh, aku selalu berdoa supaya suatu saat aku bisa bertemu dengan kalian, bertemu dalam dunia persahabatanku. Dan untuk itu semua melalui cerita ini aku menyampaikan terima kasih Dasin yang sebesar-besarnya Dari satu sisi, ketika pagi itu datang,Ketika mentari yang terlalu pendiam itu muncul.
Aku bisa merangkai sejuta kata.Kata-kata yang terbalut dengan indah,Lewat gemirik sungai kecil dalam hati.Sesuatu yang kadang terlalu sulit tuk ku ucap.Sampai sekarang , masih tersimpan dalam hatiku,Syukur buat langit dan tetes-tetes hujan yang diberikanya,Buat sejengkal hati dan rasa percaya di dalamnya.Buat teguhnya kaki ku yang melangkah menepaki tanah berduri.Dengan tajamnya pisau aku mengukir dan memberi petunjuk akan jalan yang berliku,Biar taman yang indah hanya ada dalam ajalku.Dan derita jadi sahabat hidupku.Buat mereka yang tersenyum bersamaku,Dengan ringanya tanganmu,,Kupersembahkan sejuta doa dalam hatiku,Ke empat sahabatku adalah keluargaku,Walau tanpa ikatan darah, tapi kau lebih buatku.Terimakasih buat tanah gersang, cacinng-cacing diladang, pepohonan dan kupu-kupu yang pernah menemani hari-hariku dan senantiasa mendengar ceritaku, Terimakasih buat dinginya malam, pekatnya awan dan hitamnya alam, asap-asap tebal dan api kecil yang senantiasa menemani malamku.Terimakasi buat kedua hatiku yang terlahir untukku, senyumu kan ku ingat dan ku ukir di dalam hatiku, sampai engkau kan benar-benar memimpikanku setiap malam, dan kita akan bertambah besar bersama,

Kamis, 02 September 2010

SAHABAT ( Puisi )

Sejak pertama ku mengenalmu , bertemu denganmu
Aku ingin sepertimu
Hidup diantara suka dan duka
Andai ku jadi sahabtmu
Bulan dan bintang jadi saksi qta
Awanpu turut menyaksikan
Tuk jadi berputarnya waktu
Seiring dengan berputarnya waktu
Enggan menyapaku
Janji yang terucap
Antara kau dan aku
Tuk jadi sahabat selamanya
Itulah impian ku
Sedih senang kita lalui bersama
Akankah kita berpisah,,,,,??
Hanya air mata yang mampu ku keluarkan
Akankah kau ingat diriku ini ,,,,?
Bila perpisahan itu tiba
Aku akan selalu ingat dirimu sahabatk
Tiada kata indah selain persahabatan

LAUT ( puisi )

Lautan bergelombang tak pernah tenang
Angin menerpa mencipta gelombang
 Intan , mutiara terlahir didalamnya
Lantaran menjadi satu kekayaan darinya
Awan putih menjadi menghias langit biru menjadi saksi bisu bagi mereka
Terpesona , ku mangagumi keindahannya
Ukirkan dirinya dalam hatiku wahai sang pencipta
Agar ku  mampu memuja keindahannya ciptaanmu dan
Selalu mengingat kebesaranmu
Seperti karang berdiri tegap ditengah lautan luas
Hamparan laut biru menghampar tiada batas, bersama
Ombak menerpa sang karang
Fantastic bagi ku saat melihatnya
Ingin sekali ku seperti dia , berdiri tegar di ,,,,,
Antara kehidupan yang semakin kejam
Hamparan jiwa yang selalu mencoba tuk tetap tegar

Dari mu ,,, ( puisi )

Kecewa lalu pergi dari hadapku
Diam tanpa sepercik kata terucap dari bibir indahmu
Dunia berotasi mengubah waktu
Hinggaku semakin tak memahamimu
Gemersik kemuning padi bernyanyi
Menjadi saksi bisu akan sendiriku
Akan secuil jiwa asing dimataku
Jangan ada lagi persakitan
Yang terpendam dihatimu
Setiap bayang senyummu terus menyapaku riang
Takada artinya lagi ku termenung dengan selubung waktu
Hanya sedikit rasa yang ku mengerti
Tak ada lagi cinta merestui
Palam jiwa yang tersiksa rindu
Sadarkah engkau jika,,,,,,,
Ku hanya berharap keterbukaan darimu

CUKUP SUDAH ,,,,,,,! ( puisi )

Tak kusangka kau pergi menjauh
Bersama bayangan putih disampingmu
Membiarkan ku sendiri
Mematung diri saat bayangmu tak tampak lagi
Akankah kau coba mengerti ,,,,?
Tentang bui yang bergejolak dihati
Sering kau berkata ,,,,
“ tetaplah bersamaku dan jangan kau tiggalkan ku”
Tak ada arti lagi permata meniti
Membening pelupuk mata menyedih
Pecah berkeping dan takkan pernah bersatu
Memupuk benci , mebenih senyum
Bertongkat masa lalu
Berhenti , kau telah mengakhiri
Dan jangan pernah merajut kembali

“ KEGELAPAN ” ( puisi )

Sendiri di tengah malam nan sunyi
Hanya berteman akan gelap dan sepi
Serta dingin menggigit tulang
Sebuah hati beku
Terpekur dalam dada
Dengan harapa hampa,,,
Dengan impian maya ,,,,
Entah sampai kapan kebekuan itu ada,,,,,?
Entah sampai kapan harapan itu akan tetap ada ,,,,?
Dan entah sampai kapan impian itu akan ada ,,,,,?
Semua rasa telah tiada ,,
Semua cinta musnahlah sudah ,,,
Seiring dengan hilangnya cahaya
Dan kini hanya gelap gelap
Dan kini hanya ada sepi dan sepi
Jangankan untuk kembali bersemi ,,,,,
Mencairpun ia tiada pasti,,,,
Hati beku tetaplah beku
Gelappun akan tetap gelap
Mungkinkah cahaya akan datang menyinari kegelapan,,,?
Mencairkan kebekuan dihati ,,,,,,?
Hanya waktu yang memberi tentu
Dan hanya tuhan yang maha tahu

Misteri Hantu Daun Pintu ( cerpen )

Tanpa kesadaran Rara,sekelebat bayangan hitam melewati punggungnya,lampu kembali menyala,tubuh Rara berputar mencari orang lain selain dirinya,kosong tak seorang pun selain dirinya.
            Berdiri berhadapan dengan kaca pemantul dirinya,membasuh muka membiarkan wajahnya tersapu oleh air,menghilangkan kepenatan dalam waktu singkat,mengendorkan syaraf-syaraf yang menegang.
                        “ Srak ,,,,, srak ,,,, srak ,,,,, “
Mempertajam indra pendengaran miliknya,sesuatu terseret,terkesan berat, sifat kewanitaan mulai lahir dari jiwanya,hawa dingin menyereruak memenuhi tubuhnya,serempak bulu kuduk berdiri,frekuensi detak jantungberpacu tak seperti biasanya,keringat dingin mengucur deras memenuhi peluh,Rara terkepung dalam ketakutan dirinya.
                        “ Tok ,,,, tok ,,,,, tok ,,,,, “
Mendengus lega,do’nya terkabul dalm keadaan segmenting ini,menyeret kakinya, membuka pintu penuh semangat, tubuh Rara terbujur kaku, matanya hanya mampu melotot menatap pintu tak berkusen berdiri angkuh dihadapannya,asing, bahkan sangat asing bagi Rara,tak mungkin kampus punya pintu seperti ini, pikir Rara ,Sebisa mungkin Rara berteriak, suaranya memantul memecah keheningan lemasam kordidor kampus,lari tunggang langgang memburu keselamtan jiwanya
            Hantu wanita pembawa pintu,pakaiannya lusuh tak terawatt, entah berapa lama umur keamatiannya, Rara tak bisa bayangkan jika ia tertangkap,tercekik dan mati mengenaskan ditangan setan itu,pancaran matanya penuh dengan api kemarahan serta dendam yang membara, meski ia tergantung ditangan kanannya.
            Tatapan kosong tak terarah,terus menerus merangkul lipatan kakinya,Rara kehilangan kesadaran,semuanya sirna menjelma kedalam jurang hitam pekat tekanan jiwanya, tiga kali sudah pertanyaan Mila tak terjawab,tubuhnya semakin meringgkuk dibalik selimut tebalnya,Hans hanya diam tak bisa lakukan apa-apa untuk sahabatnya, Mila semakin sedih takut jiwa Rara akan tergoncang.
                        “ kita harus cari jawabannya sendiri,entar malm kita berangkat “ usul Fery
                        “ Tapi ,,,” Hans mencoba protes
                        “ Udahlah Hans sebagai seorang laki-laki, jengan penakut “
Pertengahan bulan jawa, bualn bercahaya menyinari kegelapan malam,ribuan bintang bertaburan takm luput mengniasi pekatnya malam,lima menit Ram dan Rico baru memulai ekspedisi penelusuran koridor,tak lebih dari ruang kosong yang mereka dapatkan,cahaya senter menerobos celah-celah ruang, memberi sedikit ketenangan pribadi bagi Rico,Ram tak pernah melihat sosok hantu wanita tanpa kepala denagn sebongkah pintu mengikuti tiap jejak langkahnya,
                        “ Gila nich setan, mati gentayangan pake bawa pintu segala, emang tuch setan pengen bikin rumah dikuburan kali yach “ ledek Ram
            Tak ada setitik suara selain hembusan nafas Ram,ia baru sadar tak ada lagi sosok Rico bersama dirinya,kepalanya berputar,sinar senter tak mampu membantu menemukannya,suara menggema memenuhi koridor, nafasnya berburu,cahaya senter bergerak liar,hawa dingin menggigit tulang menghidupakan bulu kuduk,didepan mulut tangga Ram mengatur nafas, inhaler ditangannya tinggal berapa kali hirup,punggung telapak tangan Ram penuh darah segar,ketakutan berlipat,sekali dan untuk selamanya bagi Ram melihat sosok syetan, tenggorokannya tercekat, tak seuntai suara keluar dari mulutnya,sosok setan yang ia anggap anehh bahkan lucu berbalik 180 % dengan kenyataan,tubuhnya bergetat hebat,menggoncang pertahana terakhirnya,cahaya senter tak lagi bergerak liar,mencari sosok tubuh terseret.
                        “ Tok ,,,,, tok ,,,,, tok  
180 drajat Ram memutar cahaya senter, menangkap satu papan sangat asing bagi dirinya
                        “ Nggak mungkin dikampus ini ada pintu kayu dikampus ini, apa ini setan yang kamu maksud, terus dimana setan itu sekarang ? ” mulutnya bergeetar mengikuti rute perasaannya
                        “ pet ,,,,,,,,,, “
                        “ Pake mati segala lagi ! “
Ram memukul ketalap tangannya,wajahnya berubah cerah, nmun, satu dua tiga detik jantungnya tak berdetak, nafasnya tersenggal,proses pernafasan Ram mulai tak stabil,beberapa langkah mundur,mengantarkan kakinya terpeleset, tubuhnya berguling diatasoma tangga,setan itu bergerak menampakkan sosoknya tak lebih dari satu meter dari tubuh Ram,aroma ketakutan benar benar mendatangi akhir kehidupannya,inhaler tepat diabawah kaki setan itu,tangannya menggapai,tertangkap namun usahanya sia-sia.
                        “ Kemana sich nich anak, kalo emang nggak mau datang juga aku jalan sendiri tapi kalo udah kayak gini,,,”
            Sayup-sayup kericuhan memicingkan pendengaran Rico,perdebatan ini tak jauh dari ia berdiri,bibirnya menyeringai senang,sifat kejahilan muncul, dibalik tikungan ia menyembunyikan diri
                        “ Wa,,,,,, a,,,,, ahhh”
                        “ A,,, a ,,,, argh”
Serempak mereka bertiga berteriak seakan terkomando,kecepatan detak jantung berubah drastis,Mila melototi Rico, penuh amarah hampir fery mengajar Rico, kalau Hans tak mencegahnya, saat seperti ini bukan waktunya adu otot, berpikir jernih selayaknya manusia dewasa,melangkah dalam satu tujuan,menyingkap tabir dunia kedua,pertanyaan tak terjwab dengan sempurna,Ram berpisah satu jam yang lalu tanpa kesadaran satu sama lain,hampir seluruh pelosok kapus sudah terjamah,asa mulai pudar,perasaan Fery tak menentu,keyakinan hati akan Ram yang tak lagu bernafas
                        “ Gila yach lo ric, masak sahabat sendiri bisa ilang sich ?”
                        “ Aku nggak tau mil , pokoknya yang aku denger cuma langkah kakidan setelah itu aku baru sadar kalo aku sendiri ” bela Rico
                        “ okey kita berpencar, aku sama Mila dan elo sama Rico,setelah satu jam kita bertemu disini ”kesepakatan sedikit mengiris ulu hai Hans,ada rasa cemburu dihatinya, wanita semampai dengan rambut sebahu melangkah mengarungikoridor,tak lebih dari lima menit tubuh mereka hilang dibalik tikungan.
            Kelembapan dinding kamar kecil mamasung tubuh semampai,mengukir liuk tubuhindah menghadirkan bayangan serupa dibalik kaca,air wastafel membasahiwajah ayu Mila,tatapan mereka beradu saling menyelam kedalam kornea jiwa,perubahan secara tiba-tiba belum terungakap,dalam kesendirian Fery bersiul memecah keheningan,lama dalam penantian Fery menapaki daerah tak jauh dari Mila mengurung, menatap kelenggangan lapangan basket tak berpenghuni,dilapangan itu ia menjadi primadona melayangkan namanya terbang jauh diatas angin.
            Bola mata Mila terbuka tanpa sedikitpun ia mampu pejamkan,bayangan dibalik kaca itu kini bukan bayangannya lagi, pakaian lusuh tanpa kepala,Mila berpaling,sosok setan tak ada ditempatnya,darah mengucur dari balik pecahan kaca,kolap,sekuat tenaga ia melemparnya dengan sepatu,pecahan kaca berserakan dibawah wastafel,beberapa langkah undurnhya terhenti,satu papan tepat berdiri dibalakangnya dengan angkuh
                        “ Tok,,, tok ,,, tok,,, ”
Symbol kematian berdendang,tunggang langgang ia berusaha melarikan diri,menyelamatkan jiwanya tanpa berani menatap kebelakang,
                        “ Brak ,,,, brak,,,,”
                        “ Fer buka fer ”teriak Mila berkali-kali,ia memukul pintu,memutar handle pintu,ia mulai panic,takut, setan itu jauh lebih mengerikan dari yang pernah ia bayangkan,bukan tidak mungkin perubahan Rara secara tiba-tiba setelah bertemu dengannya,pandangan dingin mampu menenggelamkan siapapun yang berani beradu mata dengannya.
            Diluar Fer mulai panic,senormal-normalnya orang manusia buang hajat nggak kan mungkin lebih dari setengah jam,perasaannya tak menentu,ia khawatir.
                        “ Mil ,,, Mil ,,,,,” panggil Fery, diam tak ada jawaban
Jiwanya mulai ketakutan,mungkin terjadi sesuatu pada diri Mila,panggilannya semakin meninggi, tak peduli,Fery mendobrak pintu kamar kecil,usahannya gagal,mundur beberapa langkah,menabrak pintu, ia terjungkal,secepat kilat matanya mengitari polosok ruang lembab,darah berceceran dimana-mana,ia benar-benar panic,masuk kedaerah tengah,pernafasan berhenti beberapa detik,tubuh Mila terbujur lemah diatas keramik,kepalanya bersimpah darah, secepat mungkin Fery membopong tubuh Mila keluar, berharap jiwa Mila bisa tertolong,ada setitik penyesalan dimata Fery naming ia terlambat,harusnya ia mendengar apa kata Hans berapa waktu lalu,hanya karena masalah kecil ia bisa mati konyol.
                        “ Brak ” seoarng menbrak Fery, jasad Mila terpelintang beberapa meter,Hans berhenti mendapati Fery dihadapannya,Hans langsung merangkul sahabatnya,ia bersyukur sahabtnya masih selamat
                        “Mana Mila Fer ”Tanya Hans penuh harap,Fery tertunduk tak berani menjawab pertanyaan Hans,mimik Hans berubah,sesuatu pasti terjadi pada Mila,beberapa meter jasad Mila tergeletak lemas,entah ia masih bernafas atau jantungnya sudah behenti.Hans tak mendekat api kemarahan tersulut, ia berjanji akan membunuh setan itu dengan tangannya sendiri.
                        “ Keluar lo, jangan Cuma berani ama satu orang ,hadapi kami”tantang  dan kegelapan malam.
                        “ Pengecut,,,, setan bajingan !! apa saat lo mati keluarga lo nggak punya kayu sampai pintu rumah lo pake penutup kuburan lo ” olok hans, bibirnya mengembang,undangannya terpenuhi,suasana kampus berubah tak karuan, pohon-pohon bergoyang tak beraturan,daun candela saling membanting,menciptakan irama keangkeran, tak luput lampu berpijar dan mati, air kran terus mengucur deras,keramik kamar kecil penuh air,membanjiri hingga menyentuh tubuh lemah Mila.
            Pandangan Fery memburu mencari sesuatu,mencari sosok bencana yang mungkin berujung kematian,keberanian Hans jauh diatasnya,ketakutan lebih mendominasi jiwanya,kucuran darah segar membasahi telapak tangan Fery,menengadah, setan itu tepat berada diatas kepalanya,secepat mungkin ia menyelamatkan nyawanya,setan yang sangat mengerikan,batin Fery.
            Penuh keberanian Hans menyabetkan keris ditangannya namun berpuluh kali sabetan tak sedikitpun dapat melukai setan itu,hilang, Hans terkombinasi dengan amarah,berlari sekencang ia mampu,menerjang tapi kosong,hanya bayangan yang ia serang,bergerak cepat menghindari serangan,tepat dibelakang Hans ia menatapnya penuh dengan kemenangan,tubuh Hans terpelanting jauh menabrak kaca kampus,menabrak keperkasaan pohon palem dihadapannya,pandangan Hans kabur,samar-samar ia dapat menangkap seraut tubuh setan dihadapannya namun jasadnya tak bernyawa sebelum ia mampu memadamkan api dendamnya.
            Bunyi sirene meraung mengundang siapapun yang berada tak jauh dari TKP, dengan keterpaksaan kuliahpun diliburkan namun tak seorang mahasiswapun mau pulang,menatap penuh kengerian jasad-jasad tak bernyawa,tampak pak Guritno paling terpukul atas kematian mereka,dua dari mereka patut dibanggakan, kerja Hans dalam menyelesaikan tugas dan sosok Mila yang selalu kritis dalam menyikapi tiap tanduk beliau.
            Vina terkepur daam pelukan sahabatnya,kematian Hans memutus pita suara miliknya,hanya mampu mengucurkan air mata kesedihan,police line mengitari lokasi kampus, manusia-manusia berseragam abu-abu sibuk mengolah TKP, mencari bahan sebagai laporan akurat,Lia mendekati Very, duduk tanpa sedikitpun jarak diantara mereka, seraut wajah tampan itu kini jauh berubah tak beda dengan dirinya saat ketakutan mencekik kesadarannya,sadar dan sangat tau apa yang dirasakan Fery saat ini.
                        “ Pintar benar kau, tanpa sedikitpun kau mengotori tanganmu dengan kematian mereka , tapi kau biarkan mereka merenggut nyawanya dengan ketakutan mereka sendiri, dasar setan biadab”

DiBawah sang Purnama ( cerpen )

Hitamnya malam nan pekat tak membuatku lari dari kegelapan malam, indah nan penuh ketakjuban sang ilahi, ribuan gemintang menjadi saksi bisu ditiap bulan penuh dengan cahaya, tepat ditengah pertengahan bulan,berdiri  dan terus menanti,desiran ombak datang kemudian pergi tanpa membawa beban memberi kesempatan ombak lain merasakan tetepian pasir dermaga.
                Mlam ini ia tak datang lagi untuk kesekian aku menanti sebuah jawaban janji,indah nan perih kenangan itu terpatri, nantilah daku saat bulan bercahaya penuh,sebait kata yang terus memberi ku harapan lebih untuk ketetapan asa dihati bersama kenangan terberat terus menggendong dipundakku,saat terakhir kukecup keningmu, itulah tanda setia ku sebelum ia pergi,sirene kembali mangaung, satu kapal menepi  namun sampai akhir penumpang tak satupun kukenal, tak ada keberadaan mu disana.
                                “ Pakai mata dong kalo jalan “  bentakku
                                “ Enak aja mas ngomong, harusnya mas yang kalo jaln matanya dibuka dong “
                                “ Busyet nich anak, belum dapat setu semester aja lo udah pinter jawab “
                                “ Nggak usah mentang mentang situ kakak kelas kita dech, apalagi sok belagu kayak gini”
Berdebat tanpa ada satupun mau disalahkan,Naura hanya bisa diam melihat tingkah kami yang tak pernah akur,kami tak mau dilerai, Naura marah, ia lari meninggalkan kami,Vika mengejar Naura dan aku tak ada yang kulakkukan, hanya diam tak bergeming,entah kata kata Naura benar atau salah, jika sebenernya Vika menyukaiku namun itu tak mungkin kami terlalu bertolak belakang,egoisme menjadi alasan utama aku tak bisa menerima Vika,namun benih sesal mulai bersemi dtiap hari hariku,tak ada lagi Naura begitu juga vika.
                Kembali untukmu mengalun merdu mengiringi jejak masaku,sesal kenapa setiap aku bertemu dengannya aku tak pernah bisa mengalah, lembaran tugas berceceran menyesaki kamr tak terawat,mataku hatiku terpaut pada hati yang ku benci,jejak pasir tertutup rapat dibawah pijar lampu belajar,penuh kenangan pencipta harapan.Ponselku mengaung,satu pesan masuk tertulis dilayar ponselku,hatiku semakin ngilu,setelah kian lama aku tak jumpa dengannya,Vika masuk rumah sakit, penyakit kronis kembli menyapanya untuk kesekian kalinya.
                Bangunan serba putih, expresi kesedihan terus mamancar disetiap wajah pembesuk,jeritan, tangisan, raungan tak percaya apa yang telah diucapkan oleh sang dokter,langkahku terhenti tepat didepan ruang UGD, hanya beberapa orang rela menunggu kepastian keadaan anak yang dalam pemeriksaan dokter,Naura hanya bisa tertunduk lesu,berdo’a dan tetap berharap akan kesembuhan sahabatnya,
                                “ Bagaimana keadaan Vika sekarang tante “ tanyaku setelah berada disamping ibu Vika
Tatapan seorang ibu sudah cukup menjawab pertanyaanku,Vika hanya bisa berbaring lema,berjuang bersama para dokter medis keluar dari penyakit,beberapa masa dokterkeluar tanpa ada satu informasi kami dapat hanya kecuali himbauan bersabar dan terus berdo’a.
                Dibawah purnama,aku tak berteman apa,aku marak aku benci dengan diriku saat ini,aku tak bisa member sedikit kebahagian untuk orang yang selama ini mencintaiku,Naura kini ada disampinku,panjang lebar ia bercerita akan perasaan sahabatnya selama ini namun ia tak mungkin dapat milikik,aku kolap semuanya hancur menjadi korban kekolapanku,Naura menangis melihat emosiku memuncak kalau akhirnya kayak begini ia tak mungkinn bercerita akan perasaan sahabatnya terhadapku,berharap dalam pelukan Naura aku bisa mereda namun satu tamparan tepat mendarat dipipi kananku meredakan kekolapanku.
                Seminggu berlalu Vika siuman dua hari lalu,canda tawa sekuat kumampuuntuk mengisi hari hariku bersamnya,mengisi detik detik akhir bersamanya kemudian semuanya kembali hampa,tak kurang dari seminggu Vika akan terbang bersama keluarganya sedangkan Naura haru pulang kampong menggantikan ibunya yang pension.
                Malam ini harapan terakhir menantikan jawaban janjinya,takkan adalagi harapan,cinta dan kasih sayang baru,semunya kembali tertutup rapat bersama harapan kosong dan janji yang takkan ada jawaban,bungkusan balok kecil menghias tanganku, darinya aku membuka harapan darinya pula aku menutup harapan itu,semuanya akan tetap menjadi kenangan masa lalu,kini ia terombang ambing bersama ombak dermaga.
                                “ Cinta seperti halnya kau mencari satu pohon dihutan untuk tempat peristirahatan sementara disaat kau sudah temukan pohon itu,memang ia tak begitu rindang namun ia sangat nyaman untuk peristirahatan namun kau tak pedulikannya,lalu kau kembali mencari pohon lain lebih kedalam hutan, disana kau temukan pohon yang sangat rindang dan nyaman namun hewan buas sudah tertidur pulas dibawahnya , kembali kau mencari pohon lain kedalam huatn namun semunya tak jauh beda dengan pohon yang kau temukan sebelumnya dan akhirnya kau kembali pada pohon pertama namun  sayang sudah banyak orang beristirahat dibawahnya dank au tak mungkin ikut beristirahat dengan mereka “
Kutipan kata mutiara mengalun indah dari suara yang sangat ku kenali,hanya beberapa meter dia berdiri dibelakangku, bersama Naura ia datang menepati janji yang ia canangakn sendiri,senyum kebahagian memancar tanpa keraguan, dalam pelukan kami saling melepas rindu. Namun ……….
                                “ Kemana aja sich tau nggak aku sudah beribu kali menunggu, eh baru sekarang batang idungya mau nongol “
                                “ Emang siapa yang suruh nunggu disini, emang nggak ada tempat lain apa ? “
                 Begini dan terus seperti itu jika kami bertemu namun entahlah hati kecil takkan pernah berbohong.

Di Ujung Senja ( cerpen )

Dalam perjalanan rongga pernafasan, langkah derap Meysha langkahkan dengan keyakinan kabur,matanya tetap terkatup tanpa ada satu keyakinan menyerbak,perih sakit hati seorang pejuang pencari cahaya abadi,pakaian tak lebih sebagai penutup jasad penuh dengan bara keinginan , hitam kelam semakin memekat hati dalam jasad Meysha, ia redup tak lagi bercahaya.
                Sendiri bersahabatkan jaringan pemberi hidup,tatapan lurus tak terarah terkesan kosong tanpa ada harapan,setitik air mata membasahi pelupuk redup,berdiri jelentik tangan mungil memenuhi saku celana, tersenyum kecut,luka masih terpatri kuat melekat tepat memenuhi hati keinginan abadi,hati seorang persakitan tertawa kecut menghina kebiadaban tiada henti,kebohongan besar dan dustalah yang ia tau,takkan ada lagi kepercayaan bagi orang lain , entah itu akankah berlaku selamanya. Diary hiatm pekat tak lagi ada diantara jelentik tangan mungil,terbang jauh menghiasi rerimbunan rumput panjang datang sebagai penghuni baru. Merentang menghirup udara kehidupan dalam kebebasan, menanggalkan beban berat untuk sementara.
                Daerah cukup jauh dari keramaian kota , tak begitu terpencil baginya untuk wilayah cukup luas,dahak batuk menghiasi rumah berukuran kecil dengan perabot apa adanya,hatinya pilu entah dengan apa lagi ia dapat meringankan beban sang ibu,paenyakit penggerogot sang ibu yang terhitung renta,Meysha membetulkan duduk ibunya yang mulai tak enak,air putih ia beriakn penuh keta’dziman serta kasih sayang, air matanya berlinang mengikuti arah perasaan hatinya yang memilu,sementara ia tinggalkan ibunya, menjamah dapur ,hatinya semakin perih , tak ada lagi bahan makanan yang tersisa kecuali beras yang ada ditangannya dan kini akan menjadi pemungkas sambungan hidup sang ibu,dengan tangis ia buatkan sang ibu sarapan bubur dan terus berpikir dengan apa ia membautkan ibunya bubur petang nanti.
                Suapan keta’dziaman mengharuskannya untuk selalu bersabar, satu pelajaran yang dijarkan sang ayah padanya , janaganlah kau meminta seseorang apapun lebih lebih untuk dikasihani selama kau masih bisa mendapatkannya sendiri,beliau mengis bahagia,diam diam selntunan do’a terpanjatkan dari hati beliau yang paling mendalam meski keadaan terus menteror tanpa peduli.
                                “ Keanpa ibu menangis ? “
                                “ Tangis ini buakn karena ibu bersedih nak, tapi ibu menangis karena ibu sangat bangga dan bahagia punya anak seberbakti kamu “
                                “Kebaikan ini belum tentu bisa menggantikan kebaikan ibu terhadap Meysha , selama Mey masih bisa berdiri selama itu pula Mey akan melayani ibu “
Merangkulnya penuh kasih sayang , hawa keibuan menyeruak menembus ulu hati Meysha, kebaikan kebaikan yang ia terima belum dapat ia balas , tersenyum bahagia merasa perjuangannya selama ini tak sia sia, beliau merasa berhasil mendidik anaknya.
                Panas aspal dari pantulan matahari mencipta peluh tiada henti,terus menghiasi wajah  imut Meysha,tak ada seraut kecewa memancar dari wajahnya , yang ia harapkan hanya mendapat uang cukup kemudian membawa ibunya periksa kerumah sakit, pelan menapaki jalanan aspal , menjajakan Koran , berharap seseorang mau membeli korannya ,dari satu pegendara ke pengendara lain , hampir semuanya melambaikan tangan tanda tak beli,Mey tak marah ia membalas dengan senyum, hanya satu Koran terjual,lampu kembali hijau terpaksa Mey harus kembali menepi.
                Pendapatan hingga siang ini tak lebih hanya sepuluh ribu rupiah, Mey melenguh merasa tuhan tak adil dengan dirinya, pikirannya melayang memutar memori saat ia masih bisa bersenda dengan sang ibu yang kini tengah berjuang mengalahkan penyakit penggerogot jiwanya,namun ia selalu menepis pembunuh asanya,meski ekonomi terus mencekik tiada henti namun ia tetap bersyukur masih punyai tempat berteduh dan berkesempatan merawat oarng tuanya,padahal masih banyak orang yang kurang beruntung dibawahnya.
                Pepohonan rindang Mey jadikan peristirahatan sementara, korannya masih banyk yang belum terjual , sayup angin sepoi membelainya ke alam mimpi,bersama sang ibu berjalan beriringan ,menggapai satu titik terang dengan keindahan, senyum indah merekah dari kedua bibir , tak ada lagi beban hidup terasa, semuanya seakan lepas melebur bersama alam.
                Sang mentari kembali menjemput malam, hilang dibalik penggunungan diufuk timur,senja yang indah , senja yang bahagia,sekantung harapan kebahagiaan ia tenteng tuk menjemput sang ibu,malam ini ibu pasti sembuh, setiap pasang pasang mata menatap heran, namun Mey tak peduli yang ada dipikirannya kini hanya cepat sampai ruamh dan membawa ibunya kerumah sakit.
                                “ Karna hasil kerjamu yang selalu bagus, inin ada sedikit bonus dari paman, nanti ibu kamu bawa kerumah sakit biar kamu bisa bercanda lagi dengan ibu kamu “
Ucapan sang paman terus terngiang disetiap derap langkah kakinya sebelum ia benar benar keluar dari kios tempat ia menyambung hidup, rasa syukurpun tiada henti terucap membasahi bibir Mey, do’nya kini benar benar terkabul, air mata kebahagian mengiringi langkah menjemput kebahagiaan.
                                “Mak , Mey bawa uang banyak mak , mak nanti bisa kerumah sakit terus mak bisa sembuh “
Tak ada jawaban , beliau hanya menjawab dengan diam, berulang Mey menggerakkan tubuh sang ibu namun matanya tetap terkatup, beliau tak lagi bernafas , beliau tak lagi bersuara.
                                “emaaaaaaaaakkkkk !!!!!!! “ teriak Mey sekuat ia mampu , jiwanya goyah , usahnya tak hasilkan apa apa , semuanya sia sia , takkan ada lagi senda gurau , takkan ada lagi petuah dari sang ibu.Air mata kebahagian kini melebur bersama kepedihan tangis perpisahan, mutiara mata meretas mengiringi setiap jejak senja Meysha.


Selasa, 17 Agustus 2010

Kegalauan jiwa ( puisi )

Malam menjelang maghrib ku termenung
akan sebuah teka - teki,
yang masih menghantui diriku,
yang belum aku bisa pecahkan saat ini,
ku masih penasaran akan itu.

ku masih termenung dan terbuai akan tanda besar,
yang kurasa masih ku raba - raba
lalu ku coba untuk ku pegang tapi tak bisa meraih-nya
kemudian ku coba lagi dan lagi
tapi ku dapat hanya kehampaan semata.

ku tak tahu, kenapa yang ku pegang
hanya kehampaan yang ku dapat
tapi tak adanya kejelasan atau pun yang ku bisa pegang ?
rasa kegundahanku tidaklah berlebihan
tapi datang dari benakku,
yang sampai ku tak mendapatkan sesuatu itu.

SALAM DARI SAHABAT ( puisi )



saat kekasih menjemput
kawan, teman pun tersingkir
sakit mendera, kawan!
kawan, begitu hinakah aku ini,
sampai - sampai kau menyingkirkanku.
ku terenyuh, dan sedih.
kurang apakah aku ?

mungkinkah kurang di matamu, kawan
ku merasa tersingkir dan mati
ragaku terasa hilang dan lenyap
entah man rah tujuanku.

ku merasa terjauh oleh kawanku,
sebetulnya apa yang menjadi tujuan dia mendekatiku ?
dan ketika aku sudah dekat dengan dia,
diapun menjauh
padahal yang lebih membutuhkanya adalah aku,
tapi kenapa kau lebih mementingkan dan memperhatikan dia dibanding aku,
ini yang membuatku bertanya dalam kesunyianku.